Kir dan pungli (pungutan liar) masih jalan terus. Pejabat instansi yang bersangkutan dengan kir membantah, tapi pengamatan Kompas di lapangan berbicara lain.
SUATU siang pertengahan Agustus di kawasan Ujung Menteng, Jalan Raya Bekasi, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Sekitar 100 meter sebelum memasuki pintu gerbang Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Ujung Menteng sudah terlihat antrean mobil yang hendak melakukan pengujian. Di saat itu para pengemudi biasanya langsung dihampiri oleh calo pengurusan surat kir.
Seorang perempuan yang menawarkan jasa pengurusan surat uji kendaraan dengan tangkas menerangkan pengurusan surat kir. Menurut Ceuceu, panggil saja begitu, ia bisa membereskan seluruh urusan. Untuk mobil jenis boks pengangkut barang yang resminya hanya Rp 40.000, Ceuceu menawarkan jasa pengurusan total Rp 140.000. Itu kalau persyaratannya lengkap. Kalau tidak, Ceuceu minta tambahan Rp 50.000. Semuanya bisa diatur karena perempuan setengah umur ini mengaku ada jaringan "di dalem" yang bisa membantu meloloskan kalau muncul soal ketidaklengkapan.
Ceuceu mengaku selalu ada orang yang minta jasanya menguruskan surat kir. Penghasilan dari bisnis jasa ini, seperti diakuinya, sebenarnya tak menentu dan lebih bergantung kepada nasib baik. Meski demikian, Ceceu mengaku memiliki beberapa pelanggan tetap. Ia bahkan sudah memprediksi mulai pertengahan Agustus ini, jasa pengurusan kir di Ujung Menteng akan kebanjiran pemilik kendaraan bermotor. Jika sudah begini, "Barang satu-dua gram emas sehari juga bisa dapetlah," kata perempuan yang sudah sejak tahun 1984 beroperasi di PKB Ujung Menteng.
Orang seperti Ceuceu berlimpah di Ujung Menteng dan Pulo Gadung. Dalam perhitungan kasar Kompas, tak kurang dari seratus perantara tersebar di Ujung Menteng ini. Hampir seluruh proses dari ujung pintu masuk sampai pintu keluar pengujian harus disertai campur tangan jasa perantara. Padahal, jelas-jelas di depan loket pendaftaran terpampang anjuran agar pemilik kendaraan tidak berhubungan dengan calo.
Sepintas sulit membedakan mereka dengan pemilik kendaraan. Namun tak berapa lama, gerak mereka yang luwes, tangkas, dan terlihat akrab dengan petugas berseragam resmi langsung mengisyaratkan mereka bukan pemilik kendaraan. Pemandangan ini tak jauh beda dengan PKB Pulo Gadung, Jakarta Timur, yang merupakan unit pengujian khusus angkutan seperti bus, truk, bahkan bajaj. Di dua lokasi pantauan Kompas itu, tak terlihat persaingan antarcalo. Rupanya sudah ada batasan wilayah kerja masing-masing. Perang tarif jasa tak terjadi. Itu sebabnya Endang, calo yang mengaku berasal dari Bogor, bisa balik bertanya, "Biasanya situ pake siape?"
Titik penguasaan mereka hampir di seluruh lini pengujian, dari pintu gerbang masuk untuk mendaftarkan permohonan pengujian sampai akhir penyerahan surat kir di dekat lokasi pengecatan kelulusan kelaikan kendaraan. Seperti kata Sinaga (40), pegawai administrasi sebuah perusahaan pengangkutan di kawasan Jakarta Selatan, begitu masuk pintu pendaftaran, mereka sudah harus menyisipkan uang lebih. Di loket pendaftaran, ada sisipan yang tidak boleh dilupakan. Masuk ke ruang pengujian, tanda terima kasih jangan sampai terlupa kalau Anda tak mau tiba-tiba ada kesalahan kecil yang dipersoalkan.
Setiap pos dengan petugas yang harus membubuhkan tanda tangan, tarif uang terima kasih bervariasi, bisa mencapai Rp 5.000. Bahkan, untuk pengecatan bagian samping mobil yang semestinya tidak dikenai pungutan "seperti jelas-jelas terpampang di berbagai sudut tempat pengujian" uang jasa harus pula diberikan. "Kalau sudah begini, apa bedanya uang terima kasih dengan pungli?" kata Sinaga.
Oleh karena jasa perantara yang merajalela, kebanyakan pemilik kendaraan tak mau tahu lagi dengan tabel tarif retribusi resmi. Mereka lebih hafal dengan tarif yang ditetapkan oleh para perantara. Sebab yang terpenting bagi mereka, surat kir cepat selesai.Sebenarnya pengurusan surat yang resmi adalah melalui biro jasa tanpa melalui calo atau perantara.
Source : anonim
0 komentar:
Posting Komentar