Kamis, 19 Juni 2008

Teliti Sebelum Memilih Bimbingan Belajar

Bagi orangtua yang sedang mempersiapkan anaknya lulus sekolah, bimbingan belajar menjadi alternatif pilihan untuk menghadapi ujian nasional. Dengan bimbel, para orang tua mengharapkan anaknya mampu menguasai materi pelajaran sekolah. Namun ternyata, memilih tempat bimbingan yang berkualitas dan bertanggung jawab tidaklah mudah.

Sekarang ini banyak sekali lembaga yang menawarkan bimbingan belajar. Bukan hanya kepada siswa kelas III SMA yang akan masuk perguruan tinggi, bimbingan belajar juga ditawarkan kepada siswa SD dan SMP yang akan melanjutkan sekolah ke tingkat selanjutnya.

Penyelenggara bimbingan belajar berlomba-lomba menarik siswa untuk mendaftar. Mereka berusaha menggaet para siswa dengan promosi strategi belajar merekalah yang terbaik. Mereka menjanjikan bermacam fasilitas serta menebar janji-janji untuk menggaet siswa.

Sebuah lembaga bimbingan belajar di Jakarta, misalnya, memberikan garansi seratus persen kepada orangtua yang sudah membayar jutaan rupiah. Siswa dijamin bisa lulus ujian nasional dengan nilai tinggi atau masuk perguruan tinggi negeri. Jika target gagal dicapai, uang dikembalikan tanpa potongan apa pun.

Lembaga bimbingan belajar lain menawarkan diskon besar-besaran bagi 10 siswa pertama yang mendaftar. Diskon ini masih ditambah lagi dengan pendampingan menyeluruh kepada siswa. Bukan hanya belajar di kelas, tutor yang mengajar juga siap dihubungi 24 jam bila siswa mengalami kesulitan.

Rumus praktis

Karena siswa dituntut bisa menyelesaikan soal dengan cepat, banyak bimbingan belajar yang mengandalkan rumus praktis. Dengan rumus praktis, siswa dijamin bisa mendapat jawaban dengan cepat. Berbeda bila harus menghitung dengan rumus asli yang biasanya panjang. Cara ini biasanya digunakan pada pelajaran Matematika dan Fisika.

Untuk soal yang tidak ada hitung-hitungannya, siswa diajarkan untuk menyeleksi jawaban salah dari poin-poin yang sudah tersedia. ”Kita diajari untuk betul-betul mengamati ciri-ciri kalimat yang menjebak,” kata Devina (19), mahasiswa perguruan tinggi negeri yang selalu ikut bimbingan belajar sejak SMP. Fasilitas lain, seperti ruang diskusi, akses internet gratis, hingga cara belajar secara lesehan, pun ditawarkan untuk menarik minat siswa.

Pendidik Arief Rachman, yang pernah menjadi kepala sekolah Labschool, mengatakan, secara garis besar ada dua macam bentuk bimbingan belajar yang banyak beroperasi di Tanah Air. Pertama adalah bimbingan belajar yang menawarkan pelajaran tambahan bagi semua siswa. Artinya, bukan hanya siswa kelas III SMP atau SMA yang ”digarap”. Bimbingan belajar semacam ini kalau dulu biasa disebut les.

Untuk anak-anak yang memiliki intelegensi menengah dan di bawah rata-rata, menurut Arief, bimbingan semacam itu diperlukan. Anak-anak ini sulit mengejar ketertinggalan bila hanya mengikuti pelajaran di sekolah. Melalui bimbingan belajar, mereka diajak untuk lebih mendalami materi pelajaran dan mengerjakan lebih banyak soal-soal latihan. Mereka juga mendapat pendampingan lebih intensif dibandingkan sekolah yang jumlah muridnya banyak.

Kedua adalah bimbingan belajar yang menggarap anak-anak yang akan masuk sekolah lanjutan. Menurut Arief, pada waktu libur anak-anak yang akan menghadapi ujian nasional butuh sistem pembelajaran yang terarah. ”Daripada belajar sendiri yang kadang-kadang kreasi sendiri, akan lebih efektif kalau diarahkan,” kata Arief.

Komersial

Bentuk kedua inilah yang sering dikomersialkan oleh penyelenggara bimbingan belajar. Sejak pertengahan semester, lembaga bimbingan belajar semacam ini sudah mulai berpromosi ke sekolah-sekolah. Melalui brosur yang disebarkan, mereka menawarkan beragam metode bimbingan berikut kesaksian siswa alumnus lembaga tersebut. Masih kurang puas? Orangtua bisa mengunjungi alamat situs yang tertera di brosur tersebut.

Menurut Arief, diperkirakan 40-50 persen lembaga bimbingan belajar di Jakarta hanya bertujuan mencari uang. Mereka menawarkan bimbingan tanpa disertai rasa tanggung jawab untuk mendidik siswa dengan baik. Ia mencontohkan, lembaga itu menjanjikan tutor lulusan perguruan tinggi terkenal, ternyata tutornya hanya pernah kuliah tetapi tidak lulus.

Selain itu, jumlah siswa yang ditampung dalam satu kelas tidak sesuai yang dijanjikan, Kalau semula mereka membatasi 10-15 siswa dalam satu kelas, ternyata jumlah yang belajar bisa lebih dari itu. ”Biasanya yang komersial begini menawarkan garansi uang kembali,” tutur Arief.

Kegelisahan orangtua yang takut anaknya tidak lulus sekolah karena nilai ujian nasionalnya jeblok, ditambah ketatnya persaingan masuk sekolah lanjutan, membuat orangtua sering kali ”kalap”. Tanpa berpikir jernih, mereka asal-asalan mencari tempat bimbingan belajar yang dianggap bisa memberikan segala-galanya.

http://www.kompas.com

0 komentar:

 
Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action